PERTAMBANGAN BATUBARA
Disusun Oleh :
Imanuel Wahyu Bagus (37415752)
Kurnia Septian Hadi (33415767)
Resa Hidayah (35415768)
Risky Saputra (36415070
3ID04
Tugas 4B
Potensi
sumber daya alam, berupa tambang batubara, yang terdapat di Kalimantan Selatan
cukup besar dengan kualitas yang baik, serta keberadaannya hampir menyebar di
seluruh kabupaten (Banjar, Tanah Laut, Kotabaru, Tanah Bumbu, HST, HSU, HSS,
Tapin, dan Tabalong).
Berdasarkan
data dari Indonesian Coal Mining Association pada tahun 2001, stock cadangan
batubara Kalimantan Selatan yang terukur (pasti) adalah 2,428 milyar ton, dan
yang terindikasi sekitar 4,101 milyar ton. Sehingga paling tidak, sampai saat
ini, terdapat cadangan batubara yang sudah ditemukan sebesar 6,529 milyar ton.
Dalam
Indonesia Mineral and Coal Statistics, Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral Tahun 2005, produksi batubara di Kalimantan Selatan, yang tercatat
secara resmi pada tahun 2003 adalah 46.116.289,80 ton dan meningkat pada tahun
2004, yaitu sebesar 54.540.977,16 ton, dimana sebagian besar produksi batubara
tersebut dihasilkan oleh perusahaan besar dengan modal asing (PMA), seperti PT.
Arutmin dan PT. Adaro Indonesia. Jumlah produksi ini menyumbang sebesar 40,35%
dari total produksi nasional sebesar 114.278.195,13 ton pada tahun 2003 dan
41,21% dari total produksi nasional sebesar 132.352.024,79 ton pada tahun 2004.
Dan jumlah ini merupakan kedua terbesar setelah Kalimantan Timur yang
memproduksi sebesar 57.693.479,71 ton pada tahun 2003 dan sebesar 68.396.462,38
ton pada tahun 2004. Kemudian tercatat
penjualan domestik batubara Kalimantan Selatan pada tahun 2003 sebesar 13.153.674,52
ton dan pada tahun 2004 sebesar 14.666.467,21 ton, sedangkan untuk penjualan
ekspor batu bara Kalsel pada tahun 2003 sebesar 32.805.818,99 ton dan pada
tahun 2004 sebesar 34.499.239,35 ton.
Eksploitasi
yang dilakukan sebagian besar tidak memberikan dampak kesejahteraan yang nyata
di masyarakat, hal ini dapat terlihat dimana kehidupan masyarakat lokal sekitar
tambang tidak mengalami kemajuan yang berarti dan bahkan sebagian besar masih
terpinggirkan dalam segala hal baik di biding ekonomi, sosial dan budaya
termasuk pendidikan. Berikut beberapa permasalahan dari tambang batubara
tersebut.
Penggunaan Jalan Umum Untuk Angkutan Batubara
Penggunaan
beberapa ruas jalan umum untuk angkutan batubara yang berlangsung sampai saat
ini jelas-jelas telah menggangu kepentingan masyarakat banyak. Aktivitas
ini sangat menggangu pengguna jalan lainnya, menimbulkan banyak kecelakaan,
kerusakan jalan dan jembatan yang tentunya akan meningkatkan biaya pemeliharaan
jalan dan jembatan, bahkan debunya telah mencemari lingkungan sekitar sepanjang
jalan yang dilewati.
Disamping
kerugian-kerugian yang dapat secara langsung kita rasakan, juga terselip bahaya
yang ditimbulkan oleh debu batubara yang dihasilkan pada saat batubara tersebut
diangkut oleh truk-truk tersebut ketika melintas di jalan-jalan umum, adapun
bahaya tersebut antara lain; Penyakit inpeksi saluran pernapasan (ISPA), dan
dalam jangka panjang akan berakibat pada kanker (baik itu kanker paru, lambung,
darah) sampai nantinya adanya kemungkinan banyak bayi yang lahir cacat....
Kepadatan angkutan batubara mencapai 2.473 unit per hari di Kab. Tapin, belum ditambah angkutan dari kabupaten lainnya (Bpost, 2005),
sedangkan berdasarkan pengamatan WALHI Kalsel di Kabupaten Banjar dan
Banjarbaru tingkat kepadatan angkutan batubara perharinya tidak kurang dari
1.300 truck. Bisa dibayangkan, kepadatan arus lalu lintas di jalan negara yang
juga diperuntukkan untuk angkutan umum dan jenis angkutan pribadi lainnya.
Belum lagi, keluhan masyarakat sekitar yang sudah merasa terganggu dengan
aktivitas angkutan tersebu
Tumpang Tindih Kebijakan dan Illegal Mining (PETI Batubara)
Dalam lima tahun terakhir akibat terbukanya pasar batubara yang lebih
luas baik pasar domestik maupun pasar luar negeri, aktivitas ekploitasi
batubara di Kalsel samakin terus meningkat. Lebih
parahnya lagi pertambangan illegal (Peti) di Kalimantan Selatan ditangani
berdasarkan “kepentingan aparat” dan bahkan cenderung dilegalkan seperti kasus
tambang illegal di Tanah Bumbu yang dilegalkan melalui berbagai yayasan dan
koperasinya institusi TNI-POLRI.
Munculnya
PETI Batubara juga tidak terlepas dari kebijakan pertambangan dimana
konsesi-konsesi pertambangan di hampir seluruh wilayah Indonesia telah
dikantongi ijinnya oleh corporate-corporate besar (multinasional corporasi)
yang mempunyai ijin langsung dengan Pemerintah Pusat dengan konsesi lahan yang
sangat luas.
Keterlibatan TNI-POLRI dalam
bisnis Batubara
Batubara
yang juga disebut sebagai “emas hitam” ini merupakan komoditi bisnis yang
menggiurkan dan juga menjanjikan bagi setiap orang yang ingin mengeruk
keuntungan yang besar tanpa melihat dampak yang ditimbulkannya. Bukan hanya
para pengusaha yang tertarik untuk melakukan bisnis batubara ini namun juga
termasuk para pejabat dan institusi negara seperti TNI-Polri melalui berbagai
koperasi yang didirikan.
Keterlibatan
TNI-POLRI ini semakin menegaskan akan pola ekploitasi sumberdaya alam yang
sarat dengan kepentingan modal yang didukung oleh kekuasaan dan telah
mendominasi hak-hak yang menjadi milik masyarakat.
Yayasan
Mabes ABRI (Yamabri) bekerjasama dengan PT. Bangkit
Adhi Sentosa, perusahaan ini melakukan pembelian batubara, kini pengembangan
bisnis di kabupaten Kotabaru dan Tanah Bumbu. Yayasan Bumyamka milik TNI-AL
bekerjasama dengan KUD Karya Maju di Sei Danau, memiliki stockpile dan
penyewaan dermaga untuk aktivitas pertambangan. Puskopad "b" milik
Kodam IV Tanjung Pura, bekerjasama dengan Pemda Kab. Banjar. Puskopol, milik
Polda Kalsel, bekerjasama dengan PT. Sumber Mitra Jaya, beroperasi di Blok V
dan bekerjasama dengan Pemda Kab. Banjar, (bekas areal PT Chong Hua), disamping
menjalin kerjasama dengan PT Kadya Caraka Mulia. Dan masih terdapat beberapa
koperasi lainnya yang dimiliki oleh TNI-Polri yang berusaha disektor
pertambangan batubara.
Semakin
lama keterlibatan TNI-Polri di bisnis pertambangan batubara ini semakin
menjadi-jadi. Poskopad terus memperluas wilayah bisnisnya dan sekarang menjadi
salah satu subkontrak dari PT. Arutmin Indonesia di wilayah Senakin. Begitu
pula dengan Poskopol yang mengikat kontrak sebagai subkontraktor PT Arutmin
Indonesia baik sebagai penambang maupun perantara bagi para penambang “kecil”
lainnya.
Keterlibatan
TNI-POLRI dalam bisnis batubara melalui berbagai yayasan dan koperasi maupun
para oknumnya secara individu semakin menambah ruwetnya persoalan di sektor ini.
Konflik Lahan dan Permasalahan Sosial lainnya
Adanya kebijakan sepihak dari pemerintah yang memberikan konsesi lahan
kepada perusahaan besar seperti PT. Arutmin dan PT. Adaro
Indonesia memunculkan berbagai konflik lahan dengan masyarakat baik para
pemilik lahan maupun masyarakat pemanfaat kawasan/ lahan tersebut. Perusahaan
dengan arogan mengusur lahan-lahan masyarakat sebelum adanya kesepakatan
bersama antara masyarakat pemilik dan pengguna lahan dengan perusahaan mengenai
pembebasan lahan.
Pembebasan tanah masyarakat yang terkena areal tambang sangat tidak
adil dengan hasil yang mereka tambang berupa kandungan batubaranya. Misalnya PT. Arutmin hanya memberikan ganti rugi sebesar Rp.150 –
Rp.1000 permeter yang ditentukan berdasarkan ketentuan sepihak (standar
pemerintah berdasarkan NJOP). Belum lagi muncul konflik horizontal antara
masyarakat karena klaim perebutan lahan akibat ketidakberesan perusaahaan dalam
proses pembebasan lahan tersebut.
Sejak dibukanya areal tambang,
masyarakat lokal berharap bisa mendapatkan pekerjaan terutama para pemuda dan
kaum laki-lakinya. Mereka merasakan perusahaan bersikap tidak adil karena
mayoritas karyawan perusahaan berasal dari luar daerah Kalsel. Kalau pun ada
penerimaan tenaga kerja lokal, itu pun mesti didahului dengan aksi tuntutan
dari masyarakat dan hanya menempati posisi sebagai satpam/ wakar, cheker,
tenaga survai dan sedikit sekali sebagai operator apalagi staf kantor dan
manajemen. Padahal dalam ketentuan AMDAL dikatakan perusahaan sebagian besar
akan merekrut tenaga kerja lokal.
Konflik
lahan tidak hanya terjadi antara perusahaan pertambangan dengan masyarakat
tetapi juga terjadi dengan perusahaan sektor lainnya seperti perkebunan kelapa
sawit dan HPH/HTI....
Terjadinya pergeseran sosial dan budaya masyarakat. Dulunya
petani pemilik dan nelayan sekarang menjadi buruh pekerja di perusahaan.
Pergeseran pola hidup yang lebih konsumtif, penggunaan narkotika dan minuman
keras oleh para anak remaja dan adanya praktek prostitusi, dan lain sebagainya
sebagai akibat dari adanya perusahaan pertambangan batubara yang telah
mengabaikan hak, nilai-nilai dan budaya.
Penghancuran, Pengrusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup
Seperti
halnya aktivitas pertambangan lainnya di Indonesia, pertambangan batubara di
Kalsel juga telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup
parah....
Lubang-lubang
besar yang tidak mungkin ditutup kembali -apalagi dilakukan reklamasi- telah
mengakibatkan terjadinya kubangan air dengan kandungan asam yang sangat tinggi. Hasil
penelitian Bapedalda Tabalong (2001) menyebutkan bahwa air yang berada pada
lubang bekas galian batubara tersebut mengandung beberapa unsur kimia, yaitu :
Fe, Mn, SO4, Hg dan Pb. Seperti kita ketahui Fe dan Mn bersifat racun bagi
tanaman dan mengakibatkan tanaman tidak dapat berkembang dengan baik. SO4
merupakan zat asam yang berpengaruh terhadap pH tanah dan tingkat kesuburan
tanah. Sedangkan Hg dan Pb adalah logam berat yang bisa menimbulkan penyakit
kulit pada manusia. Selain air kubangan, limbah yang dihasilkan dari proses
pencucian juga mencemari tanah dan mematikan berbagai jenis tumbuhan yang hidup
diatasnya.
Penghancuran Sumber-Sumber Kehidupan Rakyat
Mencari
kayu, rotan, damar, berladang, dan bertani merupakan mata pencaharian utama
masyarakat sekitar tambang. Tetapi karena jumlah kayu
mulai menurun, damar sudah tidak ditemukan lagi, lahan-lahan pertanian sudah
dibebaskan oleh perusahaan, praktis masyarakat kehilangan mata pencahariannya
sebaimana yang terjadi pada masyarakat Simpang Empat Sumpol Sungai Danau
kabupaten Tanah Bumbu dan Warukin kabupaten Balangan dan Pulau Sebuku.
Hal ini sebagai akibat dari
adanya perluasan tambang dengan cara membuka areal hutan, lahan dan kebun
masyarakat sehingga mempersempit lahan usaha masyarakat tanpa melakukan
perundingan yang setara terlebih dahulu. Masyarakat yang dulunya berkebun dan
bertani sekarang sudah tidak bisa melakukan aktivitasnya lagi karena lahannya
ditambang begitu pula masyarakat yang menggantungkan kehidupan mereka kepada
hutan.
Bukan itu saja, aktivitas
pertambangan batubara juga telah merusak sumber-sumber mata air dan sungai yang
digunakan masyarakat bagi kebutuhan sehari-hari. Kawasan hutan dan rawa
yang selama ini menjadi wilayah kelola rakyat sebagai sumber matapencaharian
mereka telah disulap menjadi areal yang gersang, tandus dan kubangan-kubangan
bekas galian batubara.
Di Pulau Sebuku sebagian besar
kebun-kebun mereka sudah tergusur secara paksa tanpa kompensasi yang layak dan
bahkan ada yang tidak mendapatkan kompensasi sama sekali oleh akibat adanya
pertambangan batubara PT. Bahari Cakrawala Sebuku. Selain itu juga aktivitas
pertambangan menyebabkan rusaknya beberapa kawasan hutan mangrove dan rawa,
hutan nipah dan wilayah tangkapan ikan dan udang sebagai salah satu sumber
kehidupan masyarakat serta menyebabkan matinya puluhan ekor ternak kerbau.
Kondisi seperti ini sebenarnya terjadi di hampir semua lokasi tambang yang ada
di Kalsel.
Bencana Banjir
Akibat aktivitas pertambangan
batubara yang tidak memenuhi kaedah lingkungan menjadikan banyak kawasan daerah
tangkapan air menjadi rusak dan menyebabkan kondisinya mejadi rawan bencana
termasuk banjir. Tercatat mulai awal tahun 2004, dua kabupaten meliputi Kab.
Banjar yang menelan korban lima orang telah meninggal, 25.666 orang di dua
kecamatan yaitu Kec. Sungai Tabuk dan Simpang Empat telah menjadi korban,
selain itu kerugian materi berupa 55.741 buah rumah telah terendam banjir, 100
Ha lahan pertanian rusak berat dan Kab. Tanah Bumbu telah dilanda banjir yang
menelah banyak korban materiil. Kurang lebih 2.047 Ha lahan pertanian hancur
dan 650 buah rumah penduduk rusak berat terjadi di Kab. Banjar. Kerugian materi
lain di Kab. Tanah Bumbu meliputi 1.360 Ha sawah dan 75 buah rumah penduduk
mengalami kerusakan berat.
Ini bukti dari terjadinya
kerusakan hutan di wilayah hulu yang mestinya berfungsi sebagai kawasan
penyangga dan resapan air. Hal ini diperparah dengan buruknya tata drainase dan rusaknya kawasan
hilir seperti hutan rawa yang mestinya dapat berfungsi sebagai tandon air yang
dapat menyerap air di musim hujan dan mengeluarkannya secara perlahan di musim
kemarau.
Kompleksnya permasalahan penambangan batu bara di
Kalimantan Selatan membutuhkan penanganan serius sehingga tidak terjadi
lagi enviromental cost yang
tinggi bahkan mengancam kelangsungan keseimbangan lingkungan dan alam. Di satu
sisi, penambangan batu bara dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan energi
masyarakat, namun di sisi lain, juga dituntut kearifan dan kebijakan dalam
mengelolanya....
Masalah Lingkungan Dalam Pengembangan
Pertambangan/Energi
Masalah-masalah lingkungan dalam pembangunan lahan pertambangan
dapat dijelaskan dalam berbagai macam hal. Berikut ini adalah maslah lingkungan
dalam pembangunan .
a. Menurut jenis yang dihasilkan di Indonesia terdapat
antara lain pertambangan minyak dan gas bumi, logam-logam mineral antara lain
seperti timah putih, emas, nikel, tembaga, mangan, air raksa, besi, belerang,
dan lain-lain dan bahan-bahan organik seperti batubara, batu-batu berharga
seperti intan, dan lain- lain.
b. Pembangunan dan pengelolaan pertambangan perlu diserasikan
dengan bidang energi dan bahan bakar serta dengan pengolahan wilayah, disertai
dengan peningkatan pengawasan yang menyeluruh.
c. Pengembangan dan pemanfaatan energi perlu secara
bijaksana baik itu untuk keperluan ekspor maupun penggunaan sendiri di dalam
negeri serta kemampuan penyediaan energi secara strategis dalam jangka panjang.
Sebab minyak bumi sumber utama pemakaian energi yang penggunaannya terus
meningkat, sedangkan jumlah persediaannya terbatas. Karena itu perlu adanya
pengembangan sumber-sumber energi lainnya seperti batu bara, tenaga air, tenaga
air, tenaga panas bumi, tenaga matahari, tenaga nuklir, dan sebagainya.
d. Pencemaran lingkungan sebagai akibat pengelolaan
pertambangan umumnya disebabkan oleh faktor kimia, faktor fisik, faktor
biologis. Pencemaran lingkungan ini biasanya lebih dari pada diluar
pertambangan. Keadaan tanah, air dan udara setempat di tambang mempunyai
pengarhu yang timbal balik dengan lingkunganya. Sebagai contoh misalnya
pencemaran lingkungan oleh CO sangat dipengaruhi oleh keaneka ragaman udara,
pencemaran oleh tekanan panas tergantung keadaan suhu, kelembaban dan aliran
udara setempat.
e. Melihat ruang lingkup pembangunan pertambangan yang
sangat luas, yaitu mulai dari pemetaan, eksplorasi, eksploitasi sumber energi
dan mineral serta penelitian deposit bahan galian, pengolahan hasil tambang dan
mungkin sampai penggunaan bahan tambang yang mengakibatkan gangguan pad
lingkungan, maka perlua adanya perhatian dan pengendalian terhadap bahaya
pencemaran lingkungan dan perubahan keseimbangan ekosistem, agar sektor yang
sangat vital untuk pembangunan ini dapat dipertahankan kelestariannya.
f. Dalam pertambangan dan pengolahan minyak bumi misalnya
mulai eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemurnian, pengolahan, pengangkutan,
serta kemudian menjualnyatidak lepas dari bahaya seperti bahaya kebakaran,
pengotoran terhadap lingkungan oleh bahan-bahan minyak yang mengakibatkan
kerusakan flora dan fauna, pencemaran akibat penggunaan bahan-bahan kimia dan
keluarnya gas-gas/uap-uap ke udara pada proses pemurnian dan pengolahan.
Rangka
menghindari terjadinya kecelakaan pencemaran lingkungan dan gangguan
keseimbangan ekosistem baik itu berada di lingkungan pertambangan ataupun
berada diluar lingkungan pertambangan, maka perlu adanya pengawasan lingkungan
terhadap:
1. Cara
pengolahan pembangunan dan pertambangan.
2. Kecelakaan
pertambangan.
3. Penyehatan
lingkungan pertambangan.
4. Pencemaran
dan penyakit-penyakit yang mungkin timbul.
Kecelakaan
di Pertambangan
Mengenai
Aspek Kemungkinan yang sering didapati pada Perusahaan Pertambangan yaitu
seperti berikut :
Ledakan
Ledakan dapat menyebabkan desakan hawa yang sangat
tinggi dibarengi dengan nyala api. Kemudian akan diikuti dengan kepulan asap
yang berwarna hitam. Ledakan merambat pada lobang turbulensi hawa akan makin
dahsyat dan dapat menyebabkan rusaknya yang fatal
Longsor
Longsor di pertambangan biasanya datang dari gempa
bumi, ledakan yang terjadi didalam tambang, dan keadaan tanah yang rawan alami
longsor. Hal semacam ini dapat pula dikarenakan oleh tidak ada penyusunan
pembuatan terowongan untuk tambang.
Kebakaran
Apabila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam
terowongan tambang bawah tanah alami suatu getaran hebat, yang disebabkan oleh
beragam hal, seperti gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan
semacamnya, hingga gas itu terangkat ke hawa (beterbangan) dan lalu membuat
awan gas dalam keadaan batas ledak (explosive limit) dan ketika itu ada sulutan
api, maka akan terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran.
Penyehatan
Lingkungan Pertambangan
Program lingkungan sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih
sehat melalui pengembangan system kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan
pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. Adapun kegiatan pokok untuk
mencapai tujuan tersebut meliputi:
a. Penyediaan
sarana air bersih dan sanitasi dasar
b. Pemeliharaan
dan pengawasan kualitas lingkungan
c. Pengendalian
dampak risiko lingkungan
d. Pengembangan
wilayah sehat.
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan
akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta
dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan
yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan
yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sektor ikut serta berperan
(Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll.) baik kebijakan dan pembangunan fisik
dan departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada pengelolaan dampak kesehatan.
Pencemaran dan Penyakit-Penyakit yang Mungkin Timbul Karena Aktivitas
Pertambangan
Usaha pertambangan memang sangat berperan penting bagi
jaman sekarang. Soalnya semua kehidupan di bumi ini menggunakan bahan-bahan
yang berasal dari pertambangan. Contohnya:
a. Biji
besi digunakan sebagai bahan dasar membuat alat-alat rumah
tangga, mobil, motor, dll
b. Alumunium
digunakan sebagai bahan dasar membuat pesawat
c. Emas
digunakan untuk membuat kalung, anting, cincin
d. Tembaga
digunakan sebagai bahan dasar membuat kabel
e. Masih
banyak lagi seperti perak, baja, nikel, batu bara,timah,pasir kaca, dll.
Seperti yang dikatakan bahwa dimana ada suatu aktivitas pasti
disitu ada kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan di pertambangan yaitu:
1. Pembukaan lahan secara luas dalam
masalah ini biasanya investor membuka lahan besar-besaran, ini menimbulkan
pembabatan hutan di area tersebut. Di takutkan apabila area ini terjadi longsor
banyak memakan korban jiwa.
2. Menipisnya SDA yang tidak bisa
diperbarui. Hasil petambangan merupakan Sumber Daya yang Tidak Dapat
diperbarui lagi. Ini menjadi kendala untuk masa-masa yang akan datang.
3. Masyarakat dipinggir area pertambangan
menjadi tidak nyaman. Biasanya pertambangan membutuhkan alat-alat besar
yang dapat memecahkan telinga. Dan biasanya kendaraan berlalu-lalang melewati
jalanan warga. Dan terkadang warga menjadi kesal.
4. Pembuangan limbah pertambangan yang tidak
sesuai tempatnya. Dari sepenggetahuan saya bahwa ke banyakan pertambangan
banyak membuang limbahnya tidak sesuai tempatnya. Biasanya mereka membuangnya
di kali, sungai, ataupun laut. Limbah tersebut tak jarang dari sedikit tempat
pertambangan belum di filter. Hal ini mengakibatkan rusaknya di sector
perairan.
5. Pencemaran udara atau polusi
udara. Di saat pertambangan memerlukan api untuk meleburkan bahan mentah,
biasanya penambang tidak memperhatikan asap yang di buang ke udara. Hal ini
mengakibatkan rusaknya lapisan ozon.
KESIMPULAN
Batu bara merupakan salah satu sumber energi dunia
yang sampai saati masih memiliki cadangan yang cukup besar.Dan diprediksikan
sumber energi ini akan menjadi tulang punggung sumber energi masa depan.
Batu bara memiliki alternatif penggunaa yang sangat
beragam antara lain dalam industri listrik, semen, maupun farmasi. Sehingga
sumber energi ini mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Semakin tinggi teknologi yang digunakan untuk
pengolahan batu bara, makin rendah tingkat emisi yang dihasilkan. Namun
demikian, tidaksemua negara atau perusahaan mengadopsi teknologi yang terbaru.
Emisi yang dihasilkan harus senantiasa di-manage agar tidak menyebabkan
kerusakan lingkungan yang lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA
Driyo, Aryo Daru. Prospek Komoditas Batubara. Economic Review Journal No.200. Juni
2005.
World Coal Institute.Sumber Daya Batubara: Tinjauan Lengkap Mengenai Batubara. 2004. www.worldcoal.org
World Coal Institute. Clean Coal Building a Future Through Technology.
_______.Fenomena Pertambangan Batubara di Kalimantan Selatan: Kebijakan
Kuras Habis dan Berorientasi Pasar. www.walhi.or.id
http://khemalstreng.blogspot.com/2017/05/penyehatan-lingkungan-pertambangan.html